Oleh : Dwi Hardianto ( Majalah Sabili : Edisi 22 TH XVIII Juli 2011/ 29 Sya’ban 1432)

diketik ulang : N. Safaat H.

Rasulullah saw bersabda, “Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban. dan sampaikannlah (usia) kami ke bulan Ramadhan,” (HR an-Nasai, Abu Dawud dan Tirmidzi).

“Kecewa dan merugi orang yang berkesempatan hidup pada bulan Ramadhan tetapi tidak sampai terampuni dosa-dosanya”

RASULLAH SAW menaiki mimbar untuk berkhutbah dan menginjak anak tangga pertama, Nabi tiba-tiba mengucapkan “aamiin” Begitu juga pada anak tangga kedua dan ketiga., mengapa Rasullah mengucapkan “aamiin”. Nabi Saw menjawab, malaikat Jibril datang dan berkata : ‘Kecewa dan merugi seseorang yang jika namamu disebut dan dia tidak mengucapkan shalawat atasmu, lalu aku berucap aamiin. kemudia malaikan berkata lagi, kecewa dan merugi orang yang berkesempatan hidup bersama kedua orang tuanya tetapi dia tidak bisa masuk surga , lalu aku mengucapkan aamiin. kemudia katanya lagi, kecewa dan merugi orang yang berkesempatan hidup pada bulan Ramadhan tetapi tidak terampuni dosa-dosanya, lalu aku mengucapkan aamiin,’ (HR. Imam Ahmad).

Ramadhan, selain disengaja oleh Allah untuk disucikan dan dimuliakan, di dalamnya juga terdapat berbagai peristiwa sejarah yang sangat monumental. sejarah itu tidak saja terjadi pada Rasullah saw, tetapi juga terjadi pada masa-masa kenabian jauh sebelumnya.

Dalam beberapa hadits dan keterangan lain disebutkan, semua kitab suci diturunkan Allah SWT pada bulan Ramadhan. Nabi Ibrahim as menerima kitab pada hari pertama dan ketiga bulan Ramadhan. Nabi Daud as juga menerima kitab Zabur pada hari kedua belas atau delapan belas bulan Ramadhan. Demikian juga nabi Musa as dan Isa as, masing-masing menerima kitab Taurat dan Injil pada bulan Ramadhan. Nabi Muhammad saw sebagai nabi pamungkas menerima kitab Al-Qur’an pada 17 Ramadhan.

Karenanya, menjadi desain dari Ilahi Rabbi jika semua kitab suci diturunkan pada bulan Ramadhan. Kesengajaan ini semata-mata ditujukan untuk mensucikan dan memuliakannya. Memang ada empat bulan lainnya yang dimuliakan Allah, tapi Ramadhan menempati urutan terats. Bukan hanya karena momentumnya, tetapi karena Allah SWT menjanjikan berbagai bonus dan diskon istimewa. Karena alasan itulah, jauh sebelum Ramadhan tiba, Rasulllah saw telah menyambutnya.

Sejak bulan Sya’ban, Rasullah menganjurkan ummatnya agar ummatnya agar mempersiapkan diri menyambut kedatangan “tamu mulia” ini, yaitu dengan memperbanyak ibadah, terutama shaum. Yang belum terbiasa shaum pada hari Senin dan Kamis, diharapkan pada bulan Sya’ban sudah mulai menjalankannya. Jika belum mampu, cukup dengan tiga hari di tengah bulan. Hail ini dilakukan semata-mata untuk mempersiapkan mental dan fisik untuk menghadapi bulan yang disucikan ini.

Saat menanti Ramadhan, para sahabat tak bedanya seperti calon pengantin yang merindukan hari-hari pernikahannya. Jauh hari sebelum hari “h”, mereka berfikir, gaun apa yang akan dipakai pada saat yang penting itu, apa yang diucapkkannya, sampai bagaimana cara jalannya dan menata senyumnya. Begitulah gambaran seorang muslim yang merindukan datangnya Ramadhan. Tiada seorang pun diantara kaum Muslimin yang bersedih hati ketika menghadapi Ramadhan. Sebaliknya bersuka cita dan bergembira, menyambutnya dengan penuh antusias dan semangat menyala-nyala.

Menjadi tradisi di masa Rasullah saw, pada saat akhir bulan Sya’ban para sahabat berkumpul di masjid untuk mendengarkan khutbah penyambutan Ramadhan. saat seperti ini juga dimamfaatkan oleh kaum muslimin untuk saling meminta maaf diantara mereka. Seorang sahabat kepada sahabatnya, seorang adik kepada kakaknya, dan seterusnya. Mereka ingin memasuki Ramadhan tanpa beban dosa. Mereka ingin berada dalam keadaan suci dan bersih ketika memasuki Ramadhan yang dimuliakan itu.

Menghidupkan Tradisi Rasullah.
Karenanya, kebiasaan Rasullah dan para sahabat ini perlu dihidupkan lagi tanpa harus mengubah tradisi yang sudah ada dan eksis sampai saat ini. Biarlah hari raya ‘Idul Fitri tetap dalam tradisinya, tetapi pada akhir Sya’ban perlu ditradisikan hal-hal yang menjadi kebiasaan Nabi, yaitu memperbanyak silaturrahim, saling meminta maaf, dan bertahniah, selain menyambut dengan ceramah yang dikhususkan untuk itu. Tahniah adalah kebiasaan baik yang ditradisikan Rasulullah.

Untuk itu, perlu kepeloporan dari kita semua untuk memulai tradisi ini dalam menyambut Ramadhan sesuai tuntunan Rasulullah. Kita perlu sedikit kreatif untuk memulainya. Ide-ide baru juga perlu dimuncullkan untuk menggagas kegairahan ummat dalam menyambut bulan suci tersebut. Perlu ada energi khusus untuk mengalihkan pusat perhatian ummat yang hanya tertuju pada hari raya kepada bulan Ramadhan. Ini bukan pekerjaan ringan, karena kebiasaan yang ada saat ini sudah mendarah daging.

Tidaklah salah jika seseorang berziarah kubut saat menjelang Ramadhan, sebagaimana berziarah kubur pada hari-hari lain. hanya saja, tradisi ini perlu diluruskan dengan memberi pemahaman kepada meraka tentang tata cara ziarah kubur, dan terutama tujuannya. Jangan sampai mereka salah niat dan tujuan. Jangan pula salah tata cara. Ini penting karena menyangkut “Aqidah”.

Perlu juga dipahamkan, mengapa lebih menyukai berziarah pada orang yang sudah mati, sedangkan silaturahim pada orang yang masih hidup mereka enggan. Padahal yang masih hidup adalah orang tua mereka, paman-bibi,saudara-saudara, dan handai tolan sendiri. Menziarahi kubur orang yang sudah mati itu baik, tapi silaturahim pada orang yang masih hidup jauh lebih dianjurkan. Tujuan ziarah kubur untuk mengingatkan kita akan kematikan. Sedangkan tujuan silaturahim pada orang yang masih hidup adalah untuk menyambung kekerabatan dan persahabatan, yang intinya untuk menjaga kelangsungan hidup itu sendiri.

Karenanya, dianjurkan pada kaum Muslimin untuk mengunjungi kamu kerabat, teratama orang tua untuk mengucapkan tahniah, memohon maaf, dan meminta nasehat menjelang Ramadhan, tentunya pada saat sekarang ini tidak mesti harus bersua, karena dua Telekomunikasi sudah mempermudah kita untuk melakukan silaturahim. Jika jaraknya jauh, bisa ditempuh melalui telepon,surat atau dengan cara lain yang memungkinkan pesan itu sampai ke tujuan. Adalah baik jika kebiasaan itu dikemas secara kreatif, misalnya dengan mengirimkan kartu Ramadhan yang berisi tigal hal diatas.